Samsung Galaxy Mini. Ada yang mengejutkan di dunia ponsel Indonesia. Ponsel berbasis Smartphone Android dijual seharga 1,6 juta. Adalah Samsung Galaxy Mini seri S5570 yang sudah dilengkapi kartu perdana Simpati dibandrol 1,6 juta.
Menurut VP Channel Management Telkomsel Gideon Edie Purnomo, harja 1,6 juta untuk paket Samsung Galaxy Mini Telkomsel ini diharapkan bisa membuat layanan berbasis Android ini bisa dinikmati masyarakat dengan harga terjangkau.
Philips AS351, Bikin Android Lantunkan Suara Mumpuni
Philips beberapa waktu lalu resmi meluncurkan sederetan perangkat docking speaker untuk perangkat smartphone berbasis Android dan Apple iOS. Dari sisi desain, AS351 ini memiliki body yang dinamis dan modern. Pada bagian atas perangkat terdapat Dock untuk meletakan perangkat Android sekaligus dapat digunakan untuk mengisi daya baterai smartphone Android Anda. Dengan begitu tak ada alasan ketika sedang asyik mendengarkan lagu favorit tiba-tiba mati di tengah jalan.
VivoBook S200, Tampil Premium dengan Harga Terjangkau
Asus VivoBook S200 merupakan notebook Windows 8 yang dibanderol dengan harga cukup terjangkau di kisaran Rp4,9 juta. Notebook tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti mengetik dan menjalankan konten mutimedia dengan fitur tambahan berupa layar sentuh.
RIKEN, Super Komputer Buatan Jepang
Jika terhadap roadrunner yang buatan IBM anda tekagum-kagum, maka bersiaplah berdecak untuk RIKEN. Super Komputer buatan raksasa komputer Jepang, Fujitsu. Kecepatan RIKEN ini 10 kali lebih cepat dari road runner, yakni 10 Petaflop per second (10 ribu kalkulasi per sekon). Untuk diketahui bahwa roadrunner “hanya” memiliki kecepatan 1 Petaflop.
Lenovo T420 Laptop Dengan Batere Paling Tahan Lama yaitu 30 JAM!
Lenovo telah mengumumkan laptop T420 di mana notebook Lenovo ini tampak biasa dari luar, namun sebenarnya Lenovo T420 memiliki kelebihan kombinasi unik yaitu ringan 1.8 kg saja dan masa pakai baterai yang sangat tahan lama atau terlama saat ini. Menurut Lenovo, laptop super ini dapat tahan sampai 30 jam dengan baterai sekunder tambahan. Ini merupakan fitur unik yang dapat sangat berguna bagi mereka yang benar-benar jauh dari slot listrik.
I would like to send you new tips of our new gadget which you might post in your website, please don't hesitate to contact us for any inquiry, and we will ship the product to you for review if you like.
How Smallest it is – Smaller than a wallet and Rii wireless keyboard.
EFO ‘Smallest & Lightest’ RF Mini Wireless Keyboard, mouse, touchpad and laser pointer consists of keyboard, mouse, touchpad and laser pointer four functions in one at a portable size and hence let user freely manage their personal computer operation without boundary like a HPTC remote controller. It has full Function Keys (F1 to F12) and Multi-Media Key (Play, Pause, Next, Previous, Mute, Volume Up, Volume Down) which is especially design as the remote controller for HTPC, IPTV, CARPC.
Operation Systems supported: Windows 2000, XP, Vista, Windows 7, Mac OS X, Linux (Debian- 3.1, Redhat- 9.0, Ubuntu- 8.10, Fedora- 7.0 tested)
Features and Specifications:
4 in 1: Keyboard, mouse, touchpad and laser pointer
Rechargeable Li-ion batteries: Last longer – up to two weeks between charges.
Short recharge time: Around two hours can fully charge the battery.
2.4G DSSS: Enjoy long-range wireless control from up to 10 metre (33 feet) away.
Indication light: Multiple indication lights for signal, data transmission and power.
Touch Pad: Use as point and click – no mouse is required for simple portable operation.
Backlighting: Makes text entry effortless – even in low light.
Compact: Perfect size for portable (60 X 100 X 10 mm).
QWERTY keyboard: Standard Keyboard layout for convenience input.
Light weight: Only with 43 g.
Plug and play: no need to install software.
Charge Voltage/Current: 5V/300mA
Standby time: 600 hours
Build-in laser pointer
Product link : http://efo.buy-lowest.com/index.php?main_page=product_info&cPath=77&products_id=236
Video Demonstration at Youtube : http://www.youtube.com/watch?v=pQ_LZBiDpEM
Remark : EFO Mini Bluetooth Wireless Keyboard is in production and it accepts pre-order at US\$40. The price will be back to normal at US\$50 once the product is ready and shipped in September.
Ketika slide-nya ditutup, menjelmalah ponsel ini menjadi sebuah kamera poket digital berdaya 8 Mpix. Inilah yang membuat ponsel bergenre entertainment ini menjadi punya nilai tambah.
Saat diluncurkan di Singapura dalam acara bertajuk Sony Ericsson Entertainment Event pada 17 Juni 2009, Aino mampu mengundang perhatian banyak pengunjung. Rasa keingin tahuan pengunjung seperti tergelitik dengan hadirnya varian ponsel entertainment yang membundel berbagai fitur game inovatif.
Diluncurkan bersama dengan Yari (U1000i), Satio(U1i), C903 dan W995, Aino begitu memesona banyak kalangan dengan fitur pairing PS3-nya. Selain desain yang elegan, kamera beresolusi 8Mpix, RemotePlay (konsol PS3) menjadi daya tarik utama bagi ponsel ini. Nah, bagaimanakah performa ponsel kreatif Sony Ericsson ini? Simak ulasan Selular berikut ini. Sedikit catatan, ponsel yang diuji coba adalah produk prototipe.
DESAIN
Desainnya yang cenderung kotak tidak membuat ponsel ini terkesan kaku. Hal tersebut dikarenakan bentuk ponsel ini yang melengkung di sisi tepi atas dan bawahnya.Ukuran panjang bodi 104 mm dirasa ideal untuk ponsel yang menawarkan layar lebar. Meniadakan sudut runcing juga menjadi nilai tambah sendiri bagi ponsel ini. Akibatnya, nyaman digenggam dan ergonomis adalah keuntungan yang diberikan ponsel ini. Lapisan karet di sekujur bodinya membuat ponsel ini tidak mudah tergelincir saat digenggam
Pengujian: Menggenggam dan meniliti bentuk dan desain ponsel
Nilai: 3,7
Catatan: Ponsel ini menawarkan 2 warna, hitam (obsidian black) dan putih (luminous white).
LAYAR
Layar sebesar 3 inch teruji mampu memberikan kepuasan bagi pengguna. Meskipun tidak membawa teknologi khusus, layar TFT dengan kedalaman warna 16 juta warna ini mulus menampilkan gambar. Tanpa dither (gangguan pixel) bahkan pada warna kontras. Saat berada di bawah sinar matahari langsung pun, layar ponsel ini masih mampu menampilkan informasi secara jelas tanpa efek bayangan.
Pengujian: Menampilkan gambar dan menggunakan di luar ruangan
Nilai: 3,2
Catatan: Accelerometernya kurang sensitif
KEYPAD
Bahan dasar keypad ini tergolong baik, mampu menahan jari saat bergerak di atasnya. Hal tersebut membuat jari tidak mudah tergelincir saat mengetikan SMS. Hanya saja, letak blok keypad yang terlalu bawah membuat ibu jari sedikit kesulitan bila harus mengetikan SMS dengan satu tangan. Untuk Anda yang memiliki ukuran jari yang besar, ukuran keypad ini pasti akan menjadi masalah. Apalagi tombol navigasi yang letaknya berdekatan satu sama lainnya, hal tersebut sudah barang pasti menambah sulitnya jari untuk bergerak dan tidak menyentuk tombol yang salah.
Pengujian: Mengetik karakter panjang
Nilai: 2,7
Catatan: Menggunakan 2 tangan untuk mengetikan SMS
KAMERA
Ponsel ini sebenarnya membawa bekal resolusi kamera yang ciamik, 8.1 Mpix. Hanya saja, yang sampai pada meja redaksi adalah unit prototipe, jadi kurang dapat menampilkan kinerja yang optimal. Menurut keterangan dari vendornya, kamera ponsel ini mampu menghasilkan gambar dengan kerapatan pixel yang maksimal. Sejumlah fitur andal pun dibenamkan dalam kamera ini, salah satunya adalah touch focus. Kehadiran touch focus ini banyak membantu dalam proses pengambilan gambar.
Pengujian: Mengambil gambar dengan kamera Aino
Nilai: 3
Catatan: Kamera hanya bisa digunakan saat slider tertutup
REMOTEPLAY
Fitur ini yang menjadi andalan ponsel anyar keluaran SonyEricsson ini. Mengukuhkan diri sebagai vendor yang gape dalam urusan game, SonyEricsson memasukan fitur pairing dengan PS3. RemotePlay akan membantu Anda memainkan game di PS3 dari jarak jauh (remote). Update software PS3 Anda, gunakan PS3 tersebut untuk membuat registration code, masukan registration code tadi ke dalam ponsel melalui asplikasi RemotePlay.
Pengujian:
Nilai: 3
Catatan: Cara pairing masih agak rumit.
MUSIK
Meskipun bukan dari keluarga seri Walkman (W), namun pemutar musik milik Aino ini cukup memadai. Equaliser nya memiliki pilihan Unique, Soul, Easy, Bass, Treble, Heavy, Pop, Jazz dan Normal. Komponen suara yang dihasilkan oleh speakernya pun terbilang baik. Meskipun pada volume maksimal suara yang dikeluarkan tidak terlalu kencang, namun detail suara masih dapat keluar dengan baik. Style menjadi hal yang menarik pada pemutar musik ini. Saat Anda memutar musik, tampilan (background) pemutar musik ini dapat Anda ubah dengan animasi yang unik.
Pengujian: Memutar musik dengan berbagai jenis musik
Nilai: 3,3
Catatan: Akses pemutar musik dapat dilakukan melalui shortcut menu.
INTERNET
Browser NetFront memberikan banyak kemudahan sebagai jendela internet. Selain mampu menampilkan format XHTML, browser ini juga memiliki berbagai fitur yang membantu surfing di dunia maya. Meskipun kecepatan akses jaringan (internet) sifatnya relatif, namun ponsel ini mampu menampilkan halaman situs secara utuh (GPRS) dalam 3 menit (150 kb).Browser ini menampilkan informasi secara slide per screen, artinya untuk melihat 1 halaman situs dengan utuh Anda tinggal menggeser pointer.
Pengujian: Membuka halaman situs
Nilai: 3,5
Catatan: Menu setting berdesain floating, terlihat lebih cantik dan mengehat ruangan.
Kinerja
Urusan game dan entertaiment menjadi hal utama yang ditawarkan oleh ponsel ini. Secara keseluruhan, ponsel ini mampu memberikan performa yang baik. Sayangnya, beberapa fitur tidak berjalan dengan baik terkait dengan produk yang sampai pada meja redaksi adalah unit prototipe. Namun demikian, fitur dan fungsi utama dari ponsel ini berfungsi dengan baik dan memesona.
Kinerja Baterai
Baterai berkapasitas 1000 mAh mampu memberikan suplai tenaga pada ponsel ini. Hanya saja, baterai ini terbilang rakus daya. Digunakan untuk berkomunikasi (telepon dan SMS) ditambah memainkan game dan browsing, baterai ponsel ini hanya mampu bertahan selama 1 hari.
SKOR AKHIR : 3,2
Hasil Tes Audio :
Musik: 94.8
Human: 84.6
Ringtone: 100.5
Sony Ericsson Satio (telegraph) London - Retail ponsel terbesar di Eropa yang berbasis di Inggris, Carphone Warehouse, menghentikan sementara penjualan smartphone Sony Ericsson Satio. Padahal produk gress buatan vendor Jepang-Swedia itu baru saja diluncurkan serentak di berbagai belahan dunia.
"Dari waktu ke waktu kami menerima laporan masalah dengan handset baru itu dan softwarenya, yang mungkin membuat pengalaman pemakaian konsumen berada di bawah standar tinggi kami,"
Demikian alasan Carephone Warehouse mengenai penghentian penjualan Satio.
Dan tak hanya Carphone Warehouse, salah satu retail ponsel terbesar di Inggris yakni Phone 4U juga memblokir penjualan Satio dengan alasan yang sama. Padahal Satio sesungguhnya dibekali kemampuan hebat seperti kamera 12 megapiksel.
Unit Marketing dan Sales Sony Ericsson Inggris mengakui sebagian kecil konsumen memang mengalami masalah di software kala memakai aplikasi tertentu. Sony Ericsson pun berjanji bakal memperbaiki masalah itu secepat mungkin.
Ini merupakan kabar buruk mengingat Satio jadi andalan jelang musim belanja Natal dan tahun baru. Apalagi Sony Ericsson sudah kalah start di segmen smartphone dan di pasar ponsel secara keseluruhan, pangsa pasar Sony Ericsson kini anjlok di kisaran 5 persen.
Dikutip detikINET dari Reuters, Selasa (24/11/2009), dalam kuartal tiga tahun 2009, perusahaan ini merugi US$ 297 juta. Namun CEO Bert Nordberg optimistis, Sony Ericsson bakal jadi perusahaan yang menguntungkan kembali pada tahun 2010 dengan berbagai produk andalannya. ( fyk / faw )
Portable Media Player (PMP) satu ini boleh dibilang kurang terkenal. Tapi coba lihat fitur yang diberikan dan bandingkan dngan harga yang ditawarkan. Maka anda akan sampai pada kesimpulan bahwa PMP satu ini termasuk murah.
Apa saja fasilitas yang ditawarkan di PMP25 milik STE ini?
Ada Kamera digital dengan kedalaman 2.0 Mega Piksel yang mampu menangkap gambar maupun video. STE PMP25 dibekali dengan memory internal berkapasitas 2GB, namun anda masih bisa menambahkan media penyimpanan external melalui slot MMC/ SD card yang tersedia. untuk menikmati gambar hasil jepretan anda bisa melihatnya dengan lega melalui layar warna 2.5 inchi TTF LCD.
Masih ada beberapa fitur tambahan yang dimiliki oleh PMP bikinan STE ini. Equalizer, E-Book, Notepad, Dictionary, Calculator dan Auto Power Off. Anda bisa membawa pulang dengan harga Rp. 525.000 di Alnect Computer.
Entah apa yang ada di benak si produsen tissu ini saat merancang produk mereka. Tissu toilet ini dilengkapi dengan bahan kimia yang memungkinkannya menyala dalam gelap alis glow in dark. Ide yang bagus untuk membuat suasana toilet lebih romantis dengan cahaya remang yang dihasilkan.
Kalo saya punya ide lain dengan tissu ini. Kebiasaan di Indonesia (khususnya daerah warung pinggir jalan atau dekat kampus) tissu toilet seperti ini dipakai untuk tissu makan. Nah, mungkin dengan tissu ini kita bisa membuat acara tissu light dinner yang romantis di taman terbuka.. Ya, cahaya lilin diganti dengan cahaya dari tissue ini. Sekalian jika makannya sudah selesai tissue ini kan bisa dipakai untuk serbet.. hehehe
Apapun ide anda dengan tissue ini, yang pasti si produsen tissue telah kebanjiran order bahkan mereka telah OUT OF STOCK samapai dengan 30 september. Dijual dengan harga 5 euro per karton (berisi 72 roll) dan minimum order adalah 6 carton.
Ajay Bhatt dari Intel memang pantas berstatus sebagai rock star. Tanpa kerja kerasnya tersebut saat ini mungkin tidak ada hal yang menakjubkan dari device USB, seperti gambar hub di atas. Lego-themed adalah sesuatu yang terbaru (meski bukan Lego®-branded) seperti hub USB yang peragakan di atas, yang memungkinkan Anda untuk menambahkan perangkat USB elegan ke setup Anda dalam 4 blok.
Sementara ada model arloji USB yang terbaru (seharga 26 USD atau sekitar 260 ribu rupiah) berikut sebuah konektor pada ujung tali arloji tersebut. Apa Anda berminat? Kita tunggu saja.
Koran memberikan banyak manfaatkepada kita. Sebagai sumber informasi, sumber bahan bacaan, bahkan referensi untuk kita. Koran juga dapat menjadi Media komunikasi massa yang cukup efektf untuk mempromosikan suatu produk. Karena sebab itulah dalam bahasa inggris benda ini disebut sebagai newspaper. Yup, kertas berita. atau surat kabar.
Sadar atau tidak, ada beberapa disadvantage yang kita peroleh dari koran. Bagi bumi tercinta, koran berperan besar menghabiskan stok hutan karena pemakaian kertas besar-besaran untuk mencetaknya. Setiap hari, jutaan exsemplar koran digandakan diseluruh dunia. Tentunya, jutaan kilo kertas pula yang dipakai untuk membuatnya. Dari sisi pengguna pemakaian kertas ini juga akan menambah biaya yang harus dikeluarkan untuk membaca informasi pada koran. Tentunya pengguna koran (pembaca) akan direpotkan juga dengan limbah koran yang menggunung setiap bulannya.
Nah, dari beberapa kesulitan tadi, muncullah ide untuk membuat koran tanpa kertas. Paperless newspapers. Agak Lucu juga konsepnya, Masa kertas berita tanpa kertas.. heehhe. Sekalilagi saya tekankan bahwa teknologi ini masih sebatas konsep, belum direalisasikan.
Konsep ini diintegrasikan dengan jam dinding digital. Update berita dilakukan melalui jaringan internet dengan perantara Wifi yang tertanam pada konsep ini. Pada malam hari, anda bisa meletakkan “koran” ini diatas receiver dan pada malam hari content yang telah terdownload akan “dicetak” ke bagian “koran”nya.
Koran ini sendiri sejatinya adalah sebuah display dengan ukuran tertentu (lihat gambar). Yang entah terbuat dari apa (saran:e-paper). Memiliki sifat fleksibel dan transparan saat tidak menampilkan berita. Koran ini juga dilenglapi dengan tombol untuk membaca halaman selanjutnya atau sebelumnya.
Tapi menurut hemat saya, ada beberapa hal yang masih perlu dipetanyakan dari konsep koran seperti ini. diantaranya: Berapa banyak orang yang harus kehilangan pekerjaan jika proses pencetakn kertas pada koran ditiadakan. Karena terkoneksi dengan internet, tentunya kemungkinan untuk di sabotase lebih besar. Pastinya tidak lucu jika dipagi hari anda ingin membaca berita namun yang muncul gambar Roy sukro seksi.. hahaha.. Saya meragukan keberlanjutan ide ini mengingat sekarang ada peranti semacam iphone atau blackberry yang dapat dengan mudah diintegrasikan dengan internet dan tentunya dapat mengupdate berita dengan lebih cepat.
Sering kali di kampus saat kuliah di ruangan ber AC ada insiden tidak menyenangkan. Khususnya untuk hidung saya. Bagaimana tidak? diruangan yang serba tertutup rapat itu, kadang ada saja yang buang angin alis kentut di dalam kelas. Ada yang kentutnya seperti sniper, diam-diam mematikan. Ada pula karakter kentut Sound system, suara doank tanpa bau. Tak ketinggalan jenis kentut Bob Atom, suara wokeh, bau-pun mematikan.
Jika si pelaku kentut adalah si sniper, maka seisi kelas pasti gempar. “Wah pasti iki si A”. “Ngawur ae, si B iki..” bela si A. Seakan tak ada yang mau mengakui, kasian banget kentut macam ini.
Nah, alat ini tidak jauh dari urusan kentut mengentut. Fungsinya? tentu saja mendeteksi “kualitas” kentut anda. Alat Bikinan dua Mahasiswa Cornell University ini menggunakan sensor Hydrogen Sulfida, Thermometer, dan Microphone untuk mengukur si kentut.
Sensor Hydrogen Sulfida digunakan untuk mengukur seberapa bau dan “beracun”-kah kentut anda. Thermometer jelas untuk suhu gas buang anda, dan Microphone untuk mengukur suara “knalpot” anda.
Hasil dari ketiga sensor tersbut akan dikombinasikan dan hasilnya akan di keluarkan dalam range 1-9. Seperti nilai Rapor, 9 adalah nilai terbaik. ter-bau, ter-keras suaranya, dan ter-hangat.
Jika anda ingin menggunakan alat ini, cukup pasang di sebuah “ruangan kentut” dan kentut saja di depan sensornya. Untuk anda yang aktif di karang taruna, mungkin bulan agustus tahun depan anda sudah memiliki ide baru untuk lomba 17-an setelah membaca tulisan ini. Ya, lomba KENTUT.
Duh.. Panas Banget nih Indonesia.. AC kampus mati nih.. Panas.. Gila, panasnya minta ampun.. huff huff..
Status facebook seperti itu akhir-akhir ini sering saya temui di feed pada home facebook saya. Ya, memang cuaca lagi panas..
Jika anda terobsesi untuk menaklukkan cuaca, mungkin anda bisa memasang AC di rumah, kantor, atau mobil. Tapi bagaimana jika anda harus keluar rumah?? Panas matahari akan mengikuti dan mematangkan tubuh anda. Sauna deh..
Personal Air Conditioner. Inilah solusi untuk masalah anda. AC pribadi ini bisa digunakan untuk meniupkan udara dingin ke kulit anda. Mungkin sedikit seperti kipas angin berteknologi tinggi. heheh.. Bagaimana ia bekerja? Produk yang memiliki nama Handycooler ini memiliki sponge (sepon) yang bisa anda isi dengan air. Udara yang dihasilkan ditiupkan melewati sponge ini. Hasilnya? udara dingin dengan suhu 25 derajat fahrenheit (sekitar minus 3 derajat celcius) bisa anda nikmati.
Handycooler memakai tenaga dari 4 baterei AA dan mampu bertahan selama 5 jam dengan baterei ini. Tapi jika anda sedang di depan komputer, anda bisa menancapkan Handycooler ke slot USB dan menikmati angin dingin tanpa baterei. Harganya? 39.99 di ThinkGeek.
Jika anda menilai variabel dari penggaris mungkin anda hanya akan menyebutkan beberapa satuan panjang seperti meter, inchi, atau centimeter. Tapi penggaris ini beda. Karena anda juga harus mengukur kapasitas penyimpanannya. Yup, penggaris ini juga berfungsi sebagai flashdisk untuk menyimpan data.
Kapasitas penyimpanannya adalah 2GB, sedangkan untuk panjangnya tersedia dalam 15 cm atau sekitar 5 inchi.
Tertarik? siapkan 35,99 untuk membelinya di AudioCubes.com
Can anything beat our traditional tools? Many new ideas have tried to change the world, but it's only now that some actually have a chance.
Posted August 5th, 2009
Despite years of innovation, nothing currently beats the humble keyboard and mouse combination. It allows us to do everything from the household accounts to battling aliens without having to think about what we're doing. Maybe it's just familiarity, or maybe it really is the best possible interface the PC will ever have. Either way, any technology wanting to replace the classic double act has an uphill struggle ahead of it. But how did things get this way - and will the keyboard and mouse remain the status quo forever?
A brief history of UIs
From the 1960s until the 1980s, the way we worked with computers didn't really change: you'd enter commands with a keyboard, and you'd get a response in textual form either in print or on a screen. The breakthrough came when Douglas Engelbart invented the mouse in 1967, although as with many things, this wasn't necessarily obvious at the time. As recently as 1984, columnist John C Dvorak wrote: "There is no evidence that people want to use these things."
He probably wishes he hadn't written that one. The WIMP interface - Windows, Icons, Menus and Pointers - became mainstream with the launch of the Apple Macintosh in 1984. The first version of Windows followed a year later, and by the release of Windows 3.0 in 1990, the mouse was a key part of most personal computer setups. Since then, the PC interface hasn't changed much. Windows Vista is certainly prettier than Windows 3.0, but the basics have remained the same. However, the traditional keyboard, mouse and monitor configuration isn't the only way to interact with a PC, and over the years there have been numerous attempts to replace it.
Until the late 1990s, when optical mice and laser systems started to surface, you didn't use a mouse for precision - you used a trackball. The likes of you and I used these to play Missile Command, but trackballs were also used in real military applications such as air traffic control and sonar tracking. The arrival of optical mouse tracking in the 1990s enabled mice to catch up, however, and trackballs are now a rare sight.
The same applies to 3D mice, which were first floated in the 1990s. These models resembled the offspring of a trackball, a knob and a joystick. While Logitech's 3Dconnexion still makes them, they're largely used for working with 3D CAD and modelling apps rather than common desktop programs.
The first recognisable graphics tablet - the Styalator - was developed in 1957, although it wasn't until the 1980s that graphics tablets were commonly used with PCs. They were - and are - particularly popular with illustrators and designers, who benefit from the combination of a paper-like drawing surface and pressure-sensitive pens. Pressure also made its way to monitors in the form of touch-sensitive screens, which you'll often find controlling point-of-sale PCs.
Touch input soon moved to personal digital assistants (PDAs) such as Apple's ill-fated Newton. Other firms did a better job, however: Palm's PalmPilot sold in huge quantities, and Microsoft brought touch input and handwriting recognition to Windows CE (now known as Windows Mobile). Bill Gates showed off a prototype Tablet PC in 2000, and tablet support has been built into Windows since XP. However, it wasn't until Apple shook things up in 2007 that touch interfaces became mainstream.
The magic touch
Steve Jobs apparently hates buttons - so when Apple made the iPhone, it was designed with a touchscreen instead of a traditional keyboard. The interface supports multiple simultaneous inputs, enabling users to zoom on photos by pinching and pulling or control applications by swiping a finger. The technology came via Fingerworks, a touch input firm that Apple acquired in 2005 - a full year after Microsoft started development on its own multitouch system, Surface, which also debuted in 2007. However, while Apple's system fits in your pocket, Surface's table would barely fit in your front room.
Microsoft and Apple are now investing heavily in multitouch input, which is particularly useful for photo applications, web browsing, mapping and other visual applications. Microsoft is building multitouch support into Windows 7, while Apple is one step ahead and has already added multitouch trackpads to its Pro laptops.
The trend is gaining momentum, too: Dell has added multitouch to its Latitude XT tablet, Asus has included a multitouch trackpad to its Eee PC 900, and according to analysts at iSuppli, the number of touchscreens in phones will jump dramatically over the next few years. In 2006, just 200,000 units with touchscreens were sold; by 2012, iSuppli predicts that the number will be closer to 21 million.
Devices are also starting to use gesture recognition, largely thanks to the success of Nintendo's Wii console. Both Apple's iPhone and Google's Android can use motion sensing for input, enabling applications ranging from spirit levels to games that refresh when you shake the device. The downside is that the response doesn't necessarily map directly to your actions, which is why Nintendo has had to release a whole new motion sensing add-on to the Wii - the MotionPlus.
Command and control
The problem with multitouch and motion-sensing controllers is that you still need to touch your device. Wouldn't it be great if you could operate it from a distance, ideally without thinking about it? Speech recognition has been around for years, and it's built into Windows Vista. Bill Gates even claimed that it would be a standard way of interacting with our PCs within five years... back in 1999.
However, in practice, how many of us use it? Some do, no question - the writer of hit game Deus Ex dictated his whole screenplay instead of typing it up - but it's far from being a mainstream practice.
There are many reasons for this. Even though the software has been available since the '90s, the programs using it required extensive training, and still ended up with a reputation for unreliability. As recently as 2006 a disastrous demo of Vista's speech recognition technology caused much amusement.
Speech recognition is used, but in very specific niches: annoying corporate phone systems, accessible systems and the odd computer game, like the recent Tom Clancy's EndWar. It will likely never take off in the office, if only due to the amount of noise it would create. However, mobile technology raises some more exciting possibilities. Conducting a phone search via voice is quicker and easier than fighting with a fiddly keyboard, for example.
One input device whose potential is still largely untapped is the humble camera. It's already been used to recognise gestures for video games and as an input device for phone apps such as the Compare Everywhere application, which scans barcodes, looks them up online and finds related information such as prices or reviews. Still, it could do even more. Camera input could be used for multitouch-style gesture recognition or in applications that can recognise whatever you point your phone at and provide appropriate data. In Japan, Quick Response codes - QR codes - are very popular: they allow users to do things like scan a code and instantly visit the related website.
Gesture recognition might arrive in another form. Microsoft's SideSight, a prototype mobile phone interface, keeps a beady eye on your fingers while you waggle them around on a desk or across a piece of paper. The firm demonstrated SideSight at October's User Interface Software and technology conference, although production is still years away.
Augmented reality
Hollywood's been depicting virtual reality interfaces in films for years, but so far we've been rather resistant to the idea. One reason for that is that VR can make people sick: your brain says you're moving, your body says you aren't, and your stomach gets upset and ruins your day.
However, some of the elements are on their way - and the good news is that you won't need to wear a silly helmet or a gauntlet to make your PC work. According to Screen Digest, 10 per cent of TVs sold worldwide in 2011 could have 3D capability, with that proportion rising to 16 per cent in 2015. In the short term, getting 3D graphics out of them will require special glasses where each eyepiece flicks on and off in sync with the screen. However, the technologies with the best long-term potential use autostereoscopic lenses, which deliver reasonable 3D without glasses. If you don't mind the glasses, Nvidia will sell you everything you need right now.
Augmented reality is an evolved version of the original virtual reality concept: you see the world as it is, but with additional data overlaid. For example, you could see a business card when you look at a contact, or a rating for a product when you see it on the shelf. The National University of Singapore's Mixed Reality Lab went in a slightly different direction back in 2004, turning its campus into a game of Pac-Man, complete with floating 3D power-pills that were served up via GPS technology. However, the number of technologies required for this concept to be more than a gimmick are likely to be prohibitive, at least unless a particularly exciting application is developed for it.
Using your SixthSense
Wearable PCs have been around for some years now, but they're still too impractical for most of us. That might not always be the case though: MIT Media Lab's SixthSense concept takes wearable computing in a new direction by using the entire world. The concept, developed by Pranav Mistry, is a long way from production, but some of the ideas are fascinating. Want to take a photo? Make a picture frame with your fingers and SixthSense will do the erset. Wondering if something's worth buying? Let SixthSense project user reviews onto the packet. Want to know the time of day? SixthSense will project a watch onto your wrist. The technology isn't that complicated. At heart, SixthSense is a mobile computer connected to a pocket projector, a mirror, and a camera. The projector takes care of visual outputs, while the camera tracks your movements and recognises the things you're looking at. Best of all, the current prototype only costs £180 to build. See it in action here.
Touching the future
The problem with future-gazing is that while we can usually see the benefits of a new technology, the disadvantages often have to wait until we have it in front of us. It's really only after repeated use that the glitches and drawbacks of a given system become apparent. Whether it's the motion sickness and headaches caused by virtual reality, the problem of scaling up speech recognition to accommodate a full office without deafening the employees in it, or even typing a long message on a multitouch system without the satisfyingly tactile click of a keyboard, there are often problems. The mouse and keyboard have survived in part because they're inoffensive and everybody is now used to them. They're so ingrained in our computing culture, they've become the benchmark - no matter how limited a QWERTY layout or two buttons might actually be.
To replace them, any new user interface either has to take on a field for which the keyboard and mouse is completely unsuitable - as drawing tablets did for artists and touchscreens did for smartphones - or be such an improvement that we forget how we ever lived without it. Maybe brain-controlled systems will do it, or even some brand-new interface layout that nobody's dreamed up yet
There's always room for innovation. The problem is that only one in a million bright ideas, if that, has the potential to see true greatness after the shine of publicity wears off. So sadly, we'll have to wait a bit longer to see which concept is good enough to see off the configuration that we've all got so used to.